Images

3 KIAT MENJADI WANITA SHOLEHAH

3 KIAT MENJADI WANITA SHOLEHAH 


2. Mengganti shaum ramadhan langsung setelah bulan ramadhan 

Setelah bulan ramadhan berakhir, sebagai muslimah, kita mungkin memiliki utang puasa yang perlu diganti. Untuk mengatasi ini, mari kita terapkan kiat kedua dengan tekun dan ikhlas
Sebagai muslimah, sangat penting untuk mengganti utang puasa setelah bulan ramadhan.

Allah Ta'ala berfirman,

وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۗ

“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah: 185)

1. Beberapa aturan qadha’ puasa

Jika ada yang luput dari berpuasa selama sebulan penuh, ia harus mengqadha’ sebulan.
Boleh puasa pada musim panas diqadha’ pada musim dingin, atau sebaliknya.
Qadha’ puasa Ramadhan boleh ditunda.
Jumhur ulama menyatakan bahwa menunaikan qadha’ puasa ini dibatasi tidak sampai Ramadhan berikutnya (kecuali jika ada uzur). Aisyah mencontohkan bahwa terakhir ia mengqadha puasa adalah di bulan Syakban.
Apabila ada yang melakukan qadha’ Ramadhan melampaui Ramadhan berikutnya tanpa ada uzur, ia berdosa.
Dari Abu Salamah radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Aisyah radhiyallahu ‘anhamengatakan,

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ ، فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِىَ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ

“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Syakban.” (HR. Bukhari, no. 1950 dan Muslim, no. 1146).

Dalam riwayat Muslim disebutkan,

كَانَ يَكُونُ عَلَىَّ الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا أَسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلاَّ فِى شَعْبَانَ الشُّغُلُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَوْ بِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-

“Aku dahulu punya kewajiban puasa. Aku tidaklah bisa membayar utang puasa tersebut kecuali pada bulan Syakban karena kesibukan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”

Yang harus dilakukan ketika menunda qadha’ Ramadhan melampaui Ramadhan berikutnya adalah (1) mengqadha’ dan 
(2) menunaikan fidyah (memberi makan kepada orang miskin untuk setiap hari puasa). Hal ini berdasarkan pendapat dari Ibnu ‘Abbas, Ibnu ‘Umar, dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhum. 
Fidyah ini dilakukan karena sebab menunda. Adapun fidyah untuk wanita hamil dan menyusui (di samping menunaikan qadha’) disebabkan karena kemuliaan waktu puasa (di bulan Ramadhan). Adapun fidyah untuk yang sudah berusia lanjut karena memang tidak bisa berpuasa lagi.
Yang menunda qadha’ puasa sampai melampaui Ramadhan berikut bisa membayarkan fidyah terlebih dahulu kemudian mengqadha’ puasa.


3. Menutup aurat dengan rumahnya dan hp nya
Sebagai muslimah, menjaga aurat adalah bagian penting dari tata cara berpakaian sesuai ajaran Islam. Ini adalah kiat ketiga yang dapat membantu dalam menjaga aurat, baik di dalam rumah , maupun melalui penggunaan handphone (HP).
Surat Al Ahzab ayat 59 berisi perintah menutup aurat bagi perempuan. Tak cuma Al Ahzab ayat 59, tiap ayat dalam Al Quran sebetulnya berisi perintah dan petunjuk bagi tiap muslim untuk menjalani hidup.
Berikut bacaan arab, latin, dan terjemahan QS Al Ahzab ayat 59,

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا

Artinya: "Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, "Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

Isi kandungan dari ayat ini menurut tafsir Kementerian Agama (Kemenag) adalah Allah SWT memerintahkan seluruh kaum wanita, termasuk mulai dari para istri Nabi hingga anak perempuan Nabi, untuk mengenakan pakaian yang sopan dengan jilbab yang menutupi tubuh. Terutama saat keluar dari rumah.

Jilbab yang dimaksud dalam surat Al Ahzab ayat 59 menurut tafsir dari Ibnu Katsir yang diamini pula oleh para ahli tafsir Ibnu Mas'ud, Ubaidah, Qatadah, Al-Hasan Al-Basri, Ibrahim An-Nakha'i, dan Ata Al-Khurrasani berupa kain penutup yang dipakai di atas kepala.

Perintah ini ditujukan untuk melindungi kaum wanita dari gangguan orang-orang yang menyalahgunakan kesempatan. Sebagaimana pada zaman Nabi, berjilbab dapat membedakan para wanita merdeka saat itu dengan para budak.

Hal ini ditegaskan Ulama Quraish Shihab yang menyatakan sebelum turunnya ayat tersebut, cara berpakaian wanita merdeka dan budak hampir dikatakan sama. Dengan perbedaan cara berpakaian, kehidupan para wanita diharapkan lebih baik dan terhormat.

Sesuai kandungan surat Al Ahzab ayat 59, Allah SWT memerintahkan kaum wanita untuk menutup aurat dengan jilbab untuk melindungi hambaNya. Tujuannya adalah menjaga kehormatan dan keselamatan diri para wanita saat beraktivitas.

Jilbab tidak bertujuan membatasi gerak, aktualisasi, kemajuan dan perkembangan seorang perempuan. Jilbab juga bukan simbol keterbelakangan, kelemahan, atau kekalahan kaum wanita terhadap suatu kelompok di zaman tertentu.

Sumber: 
 




0 Comments: